KELAMINKU MANA?



 Seharusnya dia berfikir dengan matang, untuk apa melakukan semua ini dan apa manfaat yang didapatnya, hanya seperti perahu hilang kemudi seperti burung patah sayap atau apalah pepatah dan filosofi lama yang pantas untuknya, sungguh terpahat hati ini, ya walaupun bukan siapa-siapanya dia tapi tetap saja terasa, ter-amat-sangat-tersasa.
            Meskipun secara tersurat ‘Kelamin’ adalah suatu bagian tubuh yang berfungsi sebagai alat reproduksi dan alat pengeluaran zat-zat beracun yang tidak diperlukan oleh tubuh. Tapi itu kan secara tersurat, nah kalau secara tersirat?, entahlah tak ada satupun yang bisa menelaah defenisi kelamin secara tersirat, tidak juga mbah google.
“Ops tunggu dulu, sebenarnya ini kenapa kok tiba-tiba membicarakan kelamin?”.
“hoho...ini memang sedang membicarakan kelamin, anda saja yang tidak paham dengan pembicaraan ini”.
“lho...saya paham bahwa anda sedang membicarakan kelamin, tapi kenapa harus kelamin yang jadi pembicaraan?, apa tidak ada lagi pembicaraan yang lain?, politik misalnya yang sedang hangat-hangat di Negeri kita”.
“oh tidak!, ini memang membicarakan kelamin, bukan politik, tapi bisa saja politik kelamin”.
“iya aku tahu, tapi kenapa harus kelamiiiiiiin?”.
“oh iya, seharusnya anda tahu terlebih dahulu kenapa saya membicarakan kelamin”.
“lha..kan emang itu yang saya tanyakan dari tadi”.
“oke saya jelaskan, tapi jangan marah gitu dong”.
“siapa yang marah, aku kan Cuma bertanya, jadi kapan menjelaskannya?”.
“iya iya, ini juga mau dijelaskan, tuh kan marah”.
“ditanyain dari tadi, ah sudahlah, jadi males untuk melanjudkannya”.
“eit...tunggu dulu, simak penjelasanku ya”.
“ugh..hmm, iya deh”.
00o00
            Sebenarnya tidak hanya sebagai anak yang normal, dia juga beragama dengan keturunan yang taat dan paham dengan agama, dari Ayah Ibunya, Kakek neneknya, saudaranya, hingga sampai dengan Mbah, Buyut, mereka semua taat atau setidaknya paham serta memiliki agama dan ‘kelamin’ tentunya. Tapi seiring waktu yang telah banyak mengajarkannya tentang zaman dan pergaulan hingga pergumulanlah yang membuatnya menjadi petualang sejati mencari ‘kelamin’. Tidak ada yang tahu pasti apa penyebab awal hingga dia memutuskan untuk menekuni ide gila dan nyeleneh ini.
Apakah cukup sampai disitu? Ternyata tidak, perlahan namun pasti agama yang dianutnya ditinggalkan, tapi tidak juga Ateis sebab masih tertera dengan jelas agama di KTP dan walaupun demikian tetap saja kelamin yang dicarinya tidak dijumpai. Dengan berbekalkan tas ransel berisi buku-buku, ops maksudnya kitab-kitab suci dari hampir semua agama, ada Alkitab, Al-Qur’an, Tripitaka, Weda, Talmud, Wu jing, Si shu hingga Xiao Jing, semuanya lengkap berada dalam tasnya, tentunya untuk menelaah dan mengkaji atau mungkin bisa dijadikan petunjuk sementara saja tentang keberadaan kelamin dalam petualangannya.
“apa yang menyebabkannya untuk mencari kelamin?”.
“nggak tahu”
“apa karena dia tidak punya kelamin?.”
“nggak tahu juga.”
“kok nggak tahu terus sih jawabnya?.”
“ya memang aku nggak tahu, makanya aku mau menceritakannya supaya kita sama-sama tahu, kalau nggak begitu kita nggak bisa tahu tentang apa yang ingin kita tahu dari apa yang kita nggak tahu, tahu?.”
“kok sewot gitu jadinya?.”
“gimana nggak sewot lagi seru-serunya cerita eh digangguin.”
“Siapa yang ganggu, akukan cuma nanya.“
“au ah gelap.”
“nah lho, malah marah kan?, dilanjutin lagi ya.”
“hhmm...”
Sepanjang perjalanan atau lebih tepat adalah petualangannya boleh dikatakan dua puluh empat jam waktu dihabiskann hanya untuk mencari ‘kelamin’. Terkadang di Mall, di Perumahan, tempat nongkrong, Cafe, Rumah Ibadah, kos-kosan, hingga tingkat Rt-pun didatanginya, penjelajahan ini sudah menempuh jarak yang tidak sedikit bahkan merambah ke Pulau-Pulau yang ada di Indonesia, hanya untuk mencari K E L A M I N.
Jika dilihat dari sudut fisik, sungguh...sangat sempurna dan perfect, tidak ada yang kurang sedikitpun dari tubuhnya, hidungnya mancung, lingkar matanya hitam mengkilat ditambah dengan bias putih bersih, kulitnya sawo matang asli produk Indonesia, tubuhnya sempurna termasuk juga kelamin yang dimilikinya.
“bukankah katanya tadi dia berpetualang mencari kelamin?.”
“iya, benar.”
“terus kenapa dikatakan bahwa dia memiliki kelamin?, jadi kelamin yang mana yang dia cari?.”
“nah, ini dia yang seru. Tapi biarkanlah cerita ini kita lanjudkan dulu ya.”
“ugh..sebel deh kalau ngomong sama kamu nih.”
“ya udah ngomong aja sama yang lain.”
“sama siapa? Kan kamu yang menceritakan, Memangnya ada orang lain yang masih tahu tentang cerita ini.”
“nggak tahu.”
“ugh..geeeregh”
“eit..kalau marah nggak aku lanjudkan lho ceritanya.”
“iya deh, iya...huh.”
Tapi menurutnya itu hanyalah pandangan dari sudut fisik saja agar bisa dikatakan manusia. Kita bisa buktikan dari miliar dan bahkan triliunan manusia yang pernah manjamah Bumi ini semuanya memiliki anggota tubuh meskipun ada juga yang cacat tapi tetap saja memiliki anggota tubuh lainnya, hanya wajah dan sidik jari saja yang membedakan manusia satu dengan yang lainnya meskipun itu kembar identik. Berbeda dengan hewan, semuanya sama atau bahkan setidaknya menyerupai dengan sempurna antara hewan satu dengan yang lain. Jika seandainya ada hewan kita misalkan ikan tidak punya sisik tetapi kulit yang ditumbuhi bulu, terus siripnya seperti ekor terenggiling, matanya seperti mata kucing, mulutnya menyerupai mulut cicak, nah apakah masih bisa dikatakan hewan itu ikan?, tapi sangat berbanding terbalik dengan manusia, meskipun terlahir dengan cacat parah, tidak punya kaki dan tangan, kepalanya tidak punya leher, bersisik, lidahnya bercabang namun tetap saja dikatakan manusia, bingung kan?
Namun yang lebih menjadi fikirannya bukanlah itu semua, sebab anggota tubuh atau apapun yang terlihat dalam bentuk fisik hanyalah penyempurnaan bentuk sebagai salah satu golongan makhluk dan hal mutlak yang membedakan masing-masing golongan makhluk yang mendiami Bumi, kalau tidak seperti itu bisa saja kita sama dengan ikan yang dilaut, atau kucing milik tetangga, atau yang lebih parahnya lagi disamakan dengan uang kertas pecahan Rp.500,- yang sekarang  telah diganti dengan koin silver, emangnya mau?.
            Alasan sebenarnya ya memang kelamin, kenapa harus kelamin yang menjadi objek sama yang dimiliki setiap makhluk hidup. Mau kuda, buaya, ular, pokoknya hewan yang berada di darat dan dilaut maupun yang diudara, wis seperti TNI aja ya ada yang dilaut didarat dan diudara haha, pokoknya semua makhluk yang mendiami Bumi ini pasti punya penyebutan yang sama untuk hal yang satu ini yaitu kelamin. Yang lebih membingungkan lagi nih bukan hanya penyebutannya saja yang sama bahkan hingga bentuk dan ukuranpun tidak jauh berbeda, kalaupun beda itu hanya sebagian kecil saja dan yang lainnya tetap sama.
00o00
            hanya dia yang memikirkan kelamin dari sekian banyak populasi di Dunia, tidak juga Insinyur, Doktor, Profesor atau peneliti laboraturium. Hanya seorang anak berumuran dua puluhan tahunlah yang harus memikirkan, kenapa harus dia?. Anehnya lagi dalam proses petualngannya mencari kelamin dia tidak menggunakan rumus hidup “malu bertanya sesat dijalan” dia mencari sendiri, menelaah sendiri, berkelana sendiri sebab dia tahu kalaupun digunakan rumus hidup itu maka tidak ada satu orangpun yang bisa menjawab tentang pertanyaan ‘kenapa harus kelamin dan kelaminku yang mana?’. Segala agama ditekuninya hanya untuk menemukan jawaban itu sebab dia tahu selain Pejabat, dan Mahasiswa yang menguasai Negeri ini adalah Maha Esa bukan rakyat, tapi tetap sada tidak ditemukan jawaban maupun setidaknya titik terang dalam menemukan jawaban, kalau rakyat yang ditanya masalah ini boro-boro untuk bisa memberikan jawaban, untuk mencari makan saja susah.
Mungkin karena itulah dia mengaku sebagai manusia tanpa agama, dan budaya karena menurutnya semua label suci dan label berkedudukan tinggi di Dunia ini saja masih tidak bisa memberikan jawaban singkat dari seorang anak remaja biasa, kalaupun dilafazkan pertanyaan itu paling dia Cuma katakan “kenapa harus kelamin, dan kelaminku yang mana”. Aneh memang pertanyaannya namun tetap saja tidak bisa memberikan jawaban konkret yang memuaskannya.
Setiap hari-hari petualangannya bukan memberikan ketenangan bathinnya malahan tingkat penasarannya semakin tinggi untuk mencari jawaban konkret tentang kelamin. Seluruh kitab-kitab suci umat beragama sudahpun habis dibacanya namun tetap saja tidak menemukan jawaban didalamnya, hingga pada akhirnya setelah beristirahat dari petualangan seharian ini, dia memutuskan agar tetap dan masih ingin melanjudkan petualangannya besok, yaitu untuk bertemu dengan Tuhan dan bertanya langsung dengan-NYA.
_________________________________TAMAT_____________________________________________



Posting Komentar

0 Komentar