sungguh tiada nyana pada malam tanggal 17 November 2012 silam Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang beserta Dewan Kesenian Kota memberi mandat pada yang muda; dalam hal ini diwakili oleh para sahabat dari Komunitas Sastrawan Muda Kota Tanjungpinang, Komunitas Sabda Bunian, dan Sanggar Lembayung untuk mengisi dan menggarap ruang Pentas Seni di Kota Tanjungpinang.
ragam tampilan (sastra) depertontonkan kepada khalayak (teaterikal,visualisasi,celoteh,pantomim,dramatisasi) seraya menegaskan bahwa proses berkesenian itu tiada memandang senior dan junioritas namun lebih dalam penekanan kualitas dan kuantitas yang dihasilkan (dan saya menyepakati ini).
singkat kata pada penghujung acara disuguhkan hal yang tak biasa (sebenarnya biasa hanya saja sudah lama ditinggalkan), pertunjukan "fragmen" perjuangan Raja Haji Fisabilillah melawan penjajah (Belanda) yang ditaja dalam sebuah konsep "Pewayangan". ya konsep wayang terpaksa disepakati karena mengingat kurangnya biaya untuk memberikan honorarium kepada para pemain (fragmen) jika diperankan oleh tokoh manusia, lagipula merujuk pada tema "Refleksi Tumpah Darah Perjuangan" yang termaktub, tak ada salahnya bagi kita menerawang semangat pahlawan kita puak Melayu ini dalam meraih kejayaan, meskipun harus gugur dan dikenal dengan sebutan Marhum Ketapang.
bukan pula latah hingga merambat pada (maaf) kesenian Jawa, sebab dalam sejarahnya di tanah Melayu juga ada kesenian wayang, jika dirunut asalnya dari Cina yang banyak bermukin di Kepulauan Riau.
kedekatan hubungan Cina-Melayu ini dapat kita telusuri bersama dari sebuah karya antara lain Syair Perkawinan Nak Kapitan . bahkan pada masa 1852 di wilayah hukum Hindia-Belanda terdata 1165 jiwa penduduk Cina yang telah berusia 12 Tahun keatas.
kedekatan dari dua suku tersebut menjadikan mereka secara langsung maupun tidak saling mempelajari bentuk kesenian seperti kutipan berikut:
"... ada satoe njonja Tionghoa dengan anak prampocannja, golongan orang baek-baek tapi miskin, jang biasa tjari penghiopenan dengan trima oepah menjanji dan mendongeng. Beberapa njonja biasa patoengan aken ondang itoe iboe dan anak di salah satoe roemah boeat dengerkan rame-rame marika poenja dongengan dan njanjian, jang biasanja diberikoetkan djoega dengan taboengan gambang ... Banjak njonja-njonja Tionghoa jang pande berpantoen lantaran soedah biasa denger wajang tjokek jang meramekan pesta-pesta jang mempoenjai stock besar dari segala mathem pantoenan..." [Claudine Salmon, 1985:30]
dulunya, wayang cecak hanya dimainkan dirumah orang kaya yang berkedudukan sehingga tidak begitu menyebar luas dikalangan masyarakat, dan bahkan diperiode 1940-an hanya ada seorang saja yang bisa memainkan seni pertunjukan ini, beliau bernama Khadijah Terung, salah seorang istri dari Abu Muhammad Adnan. dari Khadijah itulah dapat diketahui sedikit tentang wayang cecak.
bentuk asli dari wayang cecak diperkirakan hanya sepanjang sejengkal yang terbuat dari kain sisa (perca kain), mungkin jaman sekarang lebih dikenal dengan sebutan boneka yang berukuran kecil, hanya saja wayang cecak dimankan diatas miniatur pentas dengan membawakan cerita-cerita yang diketahui sari dari syair-syair seperti Siti Zubaidah, Selendang Delima dll.
kembali kita pada kreatifitas para muda, meskipun fragmen dalam konsep wayang tersebut terbuat dari bahan kardus tebal, jauh dari bocoran yang didapat melalui Khadijah Terung, setidaknya sudah berupaya mengangkat kembali "batang terendam" yang memang sudah terbiar begitu lama (1940-2012).
dan malam itu, fragmen perjuangan Raja Haji Fisabilillah yang dipentaskan dalam bentuk wayang didalangi oleh saya (R.Yoan Sutrisna Nugraha) serta saudara saya (M.Febriyadi) sebagai pelantun syair untuk mengantar jalan cerita hingga tuntas, dan (Andre) siswa saya dari SMAN.6 bertindak sebagai kreator tokoh pewayangan. tentunya tidak terlepas kepada para sahabat,saudara handai taulan yang terlibat serta dalam kepanitiaan terlebih lagi hingga acara bersurai.
berikut adalah syair yang dilantunkan dalam proses Fragmentasi Perjuangan Raja Haji Fisabilillah Dalam Wayang, dan sempat pula terekam kamera saat berpose bersama beberapa bentuk wayang yang dipentaskan.
Di rahim Mandak lahir satria
Di Hulu Riau tertanam tembuninya
Teguh berjuang menumpas Belanda
Takbir pelecut armada perangnya
Raja Haji empunya nama
Bergelar pula Engku Kelana
Sebagai pendamping Daeng Kemboja
Pemegang kuasa Dipertuan Muda
Negeri Riau aman dan makmur
Semua rakyat sangat bersyukur
Belanda datang siap bertempur
Walau taruhan darah bercucur
Suatu ketika datang Belanda
Menyerang negeri aman sentosa
Taktik perang pun disusun segera
Sambil menunggu titah raja
Segala siasat sudah disusun
Titah raja sudah pun turun
Pasukan perang susun bersusun
Dengan semangat tiada gerun
Keris dicabut siap dihunus
Tombaklah tegak menjulang lurus
Siap menikam hingga kan tembus
Berharap penjajah dapat dihapus
Dentum berdentum bunyi meriam
Sahutan bedil tiada diam
Kerana Belanda Semabut diterkam
Perang bermula di suatu malam
Pulau Semabut berhasil direbut
Pasukan Belanda pun kalang kabut
Belanda berniat kembali merebut
Segala siasat disusun runtut
Maka terjadilah suatu masa
Tiada disangka tiada diduga
Belanda datang dengan murkanya
Membawa segenap bala tentara
Perang berlanjut hari berhari
Meriam dan bedil berdentum lagi
Teluk Ketapang menjadi saksi
Jihad pejuang Melayu sejati
Namun petaka datang hampiri
Di tengah perang si Bulang Linggi
Raja Haji bertakbir Ilahi
Gemuruh laut ikut berzanji
Teluk Ketapang menangis luka
Satria Melayu ke alam baka
Hembuskan nafas jihad ke surga
Setelah berjuang membela bangsa
Gelar pahlawan gelar diberi
Pejuang Riau pejuang negeri
Fisabilillah jihad sejati
Jasa dikenang tak akan mati
0 Komentar